Sistem Peradilan Anak
SEMINAR PUBLIK TENTANG SISTIM
PERADILAN ANAK
PENGALAMAN PRAKTEK PENDAMPINGAN
KASUS ANAK DARI LBH ANAK DI PEKANBARU
OLEH :
KHAIRUL AZWAR ANAS, SH
LBH ANAK PEKANBARU
I .LATAR BELAKANG
Bahwa
menurut ajaran agama yang menyatakan bahwa setiap anak yang dilahirkan kedunia
ini adalah Fitrah,orang tuanya nya yang menjadikan apakah anak tersebut menjadi
baik atau menjadi jahat’ ibaratkan anak bagaikan kertas bewarna putih., orang
tuanyalah yang akan memberikan warna, anak nakal merupakan yang wajar karena
pada prinsipnya tidak ada satupun orang tua untuk menghendaki anaknya nakal
sehingga menjurus kearah tindak pidana, tetapi pada kenyataannya banyak kasus
kejahatan dewasa ini adalah anak – anak.
Akan tetapi dalam praktek
dilapangan penanganan kasus anak ternyata sangat tidak manusia hal ini akan
menimbulkan masalah bagi perkebangan jiwa sianak masa yang akan datang.
Menurut hukum Positif yang
berlaku Di indonesia
Pelaku Kejahatan dibedakan atas
4 macam antara lain:
a. Mereka
yang melakukan perbuatan
b. Mereka
yang menyuruh melakukan
c. Mereka
yang turut serta dan
d. Mereka
yang menganjurkan
Anak
merupakan generasi penerus bangsa dan pemimpin untuk masa yang akan datang
kalaulah Anak- anak terlibat dalam tindak pidana dan berhadapan didepan hukum akan
mempengaruhi Psikologis atau kejiwaan anak tersebut tak kala kembali kepada
masyarakat dan keluarga.
2. SEJARAH TERBENTUKNYA PERADILAN ANAK DI
INDONESIA
Menurut
pembukaan UUD 1945 pada Alinea Ke IV dicantumkan
tujuan negara Indonesia yaitu:
a. Melidungi
segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah indonesia.
b. Memajukan
kesejahteraan umum
c. Mencerdaskan
kehidupan bangsa
d. Ikut
serta melaksanakan ketertibang dunia.
Terhadap anak yang disangkakan melakukan tindak
pidana maupun korban dari tindak Pidana itu sendiri haruslah mendapatkan
perlindungan hukum yang khusus karena anak berhak mendapatkan perlakuan yang
adil karena anak merupakan generasi penerus perjuangan cita cita bangsa maka
anak harus diberikan perlindungan khusus.
Bahwa didalam masyarakat sering terjadi penyimpangan
tingkah laku dikalangan anak - anak baik dari kalangan sosial ekonomi nya
tinggi maupun kelas yang rendah.disamping itu terdapat anak keadaan terlantar
yang diakibatkan tidak memperoleh perhatian baik secara moril maupun materil
karena kedaan dirinya tersebut melakukan tindakan tindakan yang dapat merugikan
dirinya sendiri keluarga dan masyarakat.
Dalam hal ini orang tua harus bertanggung jawab
terhadap tingkah laku yang dikerjakan oleh anak anaknya dari berbagai prilaku
yang menyimpang dan perbuatan yang melanggar hukum maka ada anak –anak tertentu
yang terpaksa berhadapan dengan hukum sampai dimuka pengadilan.
Dalam rangka mengujudkan Sistem Peradilan Anak
yang benar, memperhatikan kepentingan anak maka perlu di hujudkan peradilan
Khusus, sebagai landasan hukum dalam sistem peradilan anak diatur dalam UU 14
tahun 1970, UU no 3 tahun 1997 dan yang dirobah UU No tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Anak.
Dalam UU N0 3 tahun 1997 tentang Pengadilan
Anak dapat dibentuk disetiap tingkat Peradilan Negeri yaitu Peradilan Khusus
pada pengadilan Negeri.
Ke khususan peradilan anak dikarenakan antara
lain:
a. Penyidik
adalah penyidik anak
b. Penuntut
umum adalah penuntut umum anak
c. Hakim
adalah hakim anak
d. Hakim
banding adalah hakim banding anak
e. Hakim
kasasi adalah hakim kasasi anak.
3. SISTEMATIKA
UU PERADILAN ANAK NO 3 TAHUN 2007
Undang – undang peradilan anak terdiri dari 8
Bab 68 Pasal antara lain:
1. BAB
I ketentuan Umum dari Pasal 1 s/d 8
2. BAB
II Hakim dan Wewenang sidang anak Pasal 9 s/d 21.
3. BAB
III Pidana &Tindakan Pasal. 22 s/d 33
4. BAB
IV Petugas Kemasyarakatan Pasal. 33 s/d
39
5. BAB
V Acara Peradilan Anak Pasal. 40 s/d 59
6. BAB
VI Lembaga Pemsyarakatan . Pasal 60 s/d 64
7. BAB
VII Ketentuan Peralihan Pasal. 65 s/d 66
8. BAB
VIII Ketentuan Penuntup Pasal. 67 s/d 68
Bahwa peradilan anak adalah
peradilan khusus
Dalam rangka memberikan pengayoman dan
perlindungan hukum
Kepada anak indonesia khususnya di provinsi
Riau yang mempunyai tingkah laku yang menyimpang dan melakukan perbuatan melanggar
hukum maka undang –undang peradilan anak
merupakan suatu keharusan di indonesia.
Menurut Pasal 10 undang –undang pokok kekuasaan
kehakiman menyatakan” bahwa perdilan anak merupakan pengkhususan dalam peradilan
Umum, walaupun dalam batang tubuh undang –undang tentang peradilan anak tidak
secara tegas menentukan : bahwa peradilan anak adalah peradilan Khusus:
Akan tetapi bila diteliti secara cermat dalam
pasal pasalnya peradilan anak yang diatur dalam UU no 3 tahun 1997 adalah
peradilan yang diadakan secara khusus dilingkungan peradilan umum untuk
memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara perkara yang berkaitan dengan
kepentingan anak baik secara Pidana maupun secara Perdata.
4. WEWENANG PERADILAN ANAK
Bahwa peradilan anak adalah Pelaksana kekuasaan
kehakiman yang berada dilingkungan peradilan Umum persidangan dilingkungan
peradilan umum yang melakukan pemeriksaan memutus dan menyelesaikan perkara
baik masalah pidana maupun perkara perdata mengenai anak.
Menurut pasal 21
Bahwa sidang anak berwenang untuk memeriksa
memutusdan menyelesaikan perkara anak yang meliputi:
A. Perkara
anak nakal
B. Perkara
anak terlantar
C. Perkaa
perwalian
D. Perkara
pengangkatan anak dan
E. Perkara
anak sipil
Menurut pasal 1 butir a yang
dimaksud dengan
A. Anak nakal adalah:
1. Anak
yang melakukan tindak pidana
2. Anak
yang tidak dapat diatur dan tidak taat kepada orang tua/ wali.
3. Anak
yang sering meninggalkan rumah tanapa sepegetahuan izin orangtua/wali mupun
pengasuh.
4. Anak
yang bergaul dengan para penjahat atau orang – orang yang tidak bermoral.
5. Anak
yang sering mengunjungi tempat yang terlarang bagi anak.
6. Anak
yang sering mengunakan atau mengeluarkan kata kata kotor
7. Anak
yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan tidak baik bagi perkembanan anak
B. Anak
terlantar adalah:
Adalah anak berdasarkan penetapan pengadilan
ditetapkan sebagai anak terlantar atas dasar pertimbangan bahwa anak tersebut
tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar baik secara rohani, jasmani maupun
secara sosial.
Anak terlantar disebakan oleh:
a. Adanya
kelalaian , kesalahan ketidak mampuan orang tua/wali ataupun orang tua asuh.
b. Status
anak tersebut yatim piatu atau tidak diketahui secara pasti keberadaan orang
tuanya secara pasti.
C. Perkara
perwalian adalah
Yang berwenang menagajukannya
adalah :
Pihak keluarga sampai
derajat ke 3
ANAK
BAPAK
KAKEK
Atau pihak pihak
berkepentingan yaitu dari Depertemen sosial
D. PERKARA PENGANGKATAN ANAK DIAJUKAN
OLEH calon orang tua angkat dan dapat dibedakan atas 3
macam;
1. Permohonan
pengangkatan anak WNI denga WNI
2. Warga
Negara Asing oleh Orangtua angkat WNI
3. Anak
WNA diangkat oleh WNA.
E. PERKARA
ANAK SIPIL (masih ada kedua orang tuanya)
Mengenai anak sipil peradilannya didasarkan
atas pengajuan perkara oleh orang tua mereka kepada persidangan anak pada
pengadilan negeri yang daerah nya meliputi tempat tinggal daerah anak yan
bersangkutan.
Pokok peradilan khusus
1. bagi
pelanggar usia yang masih muda maka harus diperlakukan secara khusus dan
dikaitkan denga azas mamfaat. Bahwa anak anak sebagai generasi penerus bangsa
perlu diperhatiakn perkembangan serta masa depannya.
2. demi
kepentingan sianak dalam mengadapi sidang pengadilan.
3. Untuk
menghujudkan kesejahteraan anak karna kondisi fhisik, mental dan kondisi.
Sosialnya perlu mendapatkan perlindungan khusus dari perlakuan sidang anak
untuk menghujudkan perlu adanya kemampuan bertanggung jawab dari anak .
Seseorang tidak dapat bertanggung jawab apabila
Orang yang jiwanya
cacat atau sakit jiwa.
Orang yang terganggu
karena sesuatu penyakit.
Selama praktek dilapangan menangani perkara ANAK
baik Litigasi dan Nonlitigasi Di Pekanbaru.
Perkara –
Perkara ANAK selama kurun waktu 2011 s/d 2012
Perkara anak tahun
2011
|
Pasal
363 KUHP
Ayat3e&4e
UU 35 tahun 2009
pasal 114
Pasal 81 ayat 2 UU
23/2012 jo UU No 3/197
|
Litigasi
PN.PBR
PN-PBR
PN-PBR
|
Nonlitigasi
Polsek Bukit raya
|
Ket
Vonis
dan sudah bebas
Vonis
Vonis
|
|
Perkara tahun 2012
|
Pasal 81 ayat 2 UU
23/2012 Pasal 287 ayat 1 KUHP jo UU No
3/197
Pasal 365
Pemerasan dgn kekerasan ayat 1 &
2ke 1e&2e KUHP
|
PN-PBR
|
Polsek Tampan
Polsek lima puluh
|
VONIS
2 th 6 bln dan
latiahan kerja
Dalam penyidikan
Korban/pelapor
Pasal 351 dan 170
KUHP
Dalam penyidikan
|
|
Ex Kasus
.Disalah satu Polsek yang ada
di pekanbaru. Anak dikenakan pasal 363 ayat 3 e dan 4e
KUHPidana.tindak Pidana Pencurian 3 buah Kotak Amal nilai Rp. 400.000.
Bahwa semakin menjadi sorotan
ditengah masyarakat tentang perkara anak – anak yang melakukan tindak pidana,
maka aparat penegak hukum harus mensinergikan setiap perkara yang ditangani tidak
diskriminatif baik terhadap pelaku tindak Pidana yang dilakukan oleh anak anak
maupun korban dari tindak pidana yaitu dalam hal ini anak anak .
Bahwa banyak pakta yang terungkap
dilapangan aparat penegak hukum selalu menitik beratkan permasalah tindak
pidana yang dilakukan oleh anak terhadap para tersangka maupun terdakwa,
sedangkan anak yang melakukan tindak pidana inijuga merupakan korban dari
ketidak seriusan pemerintah dan aparat penegak hukum untuk menegakan supremasi
hukum.
Bahwa kita selalu mendengung
–dengungkan Negara Indonesia adalah
Negara Hukum, sementara pemerintah dan aparat penegak hukum belum siap untuk
menjalankan dari amanat undang – undang tersebut, sehingga tujuan dari
pemidanaan terhadap anak – anak bukanlah satu satunya senjata pemungkas.
4. UNDANG UNDANG NO 11 TAHUN 2012
TENTANG SISTEM PERADILAN ANAK
Semenjak Era Orde baru lahirnya UU
No 3 tahun 1997 sampai era Reformasi pada saat ini telah banyak peraturan
perundang – undangan dan peraturan lainnya dilakukan pembaharuan tentang
penegakan hukum khusus Penegakan Hukum maupun perlidungan Hukum terhadap Anak.
hingga terbitnya UU No. 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak
(SPA)tatkala UU 3 /1997 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan
masyarakat karena belum komprehensif memberikan perlindungan kepada anak ketika
berhadapan dengan hukum.
Bahwa
sangat ironis sekali,mayoritas anak yang berhadapan dengan hukum, terutama yang
dibawa ke sistim peradilan pidana, tetap dihukum dengan merampas
kemerdekaannya. Padahal kalau anak-anak berada di dalam penjara, hak-hak mereka
yang dijamin Undang-Undang Perlindungan Anak banyak yang tidak terpenuhi.
Apalagi, karena keterbatasan jumlah rumah tahanan dan lapas, anak-anak sering
digabung dengan tahanan dewasa.
didalam
revisi UU Pengadilan Anak No 3 Thun 1997 akan memuat klausula yang mendorong
anak-anak tidak perlu menjalani proses pidana. RUU ini, menganut paradigma restorative
justice. Diversi menghindarkan anak dari proses formal peradilan pidana.
Melalui model diversi ini, aparat penegak hukum untuk semua tingkatan proses
wajib mengedepankan penyelesaian di luar peradilan pidana. Tetapi, diversi juga
dapat dilakukan oleh masyarakat dengan cara mendamaikan kedua belah pihak:
korban dan pelaku.
pada
dasarnya diversi bertujuan untuk mencegah anak masuk ke dalam sistem peradilan
anak. Namun, diversi hanya dapat dilakukan dengan izin korban dan keluarga
korban, serta kesediaan dari pelaku dan keluarganya. Karena itu, RUU SPPA masih
memungkinkan dijalankannya mekanisme formal pengadilan. Sanksi pidana, termasuk
pidana penjara masih menjadi rezim dari RUU ini. Selain sanksi pidana, RUU ini
membuka kemungkinan melakukan tindakan tertentu sebagai hukuman untuk anak.
Kita
semua berharap baik aparat Penegak Hukum, sistim peradilan pidana anak yang
baru akan berdampak pada berkurangnya jumlah anak yang masuk dalam proses
peradilan pidana, khususnya dalam Lembaga Pemasyarakatan. Selain itu, RUU SPPA
juga diharapkan dapat meningkatkan partisipasi publik dalam penanganan anak
yang berhadapan dengan hukum, serta peningkaan kepekaan aparat penegak hukum
akan hak-hak anak.
Tabel Ketentuan Sanksi di dalam UU SPPA
No. 11 tahun 2012
Sanksi Pidana
|
Sanksi Tindakan
|
(1) pidana pokok bagi anak terdiri
atas:
A. Pidana
peringatan;
B.
Pidana dengan syarat:
1. Pembinaan di luar lembaga;
2. Pelayanan masyarakat; atau
3. Pengawasan.
C.
Latihan kerja;
D.
Pembinaan dalam lembaga; dan
E.
Penjara.
(2) pidana tambahan terdiri atas:
a.Perampasan keuntungan yang diperoleh
b.Pemenuhan kewajiban adat
|
a.Pengembalian
kepada orang tua atau orang tua asuh;
b.Penyerahan kepada pemerintah;
c.Penyerahan kepada seseorang;
d.Perawatan di rumah sakit jiwa;
e.Perawatan di lembaga;
f.
Kewajiban mengikuti suatu pendidikan formal dan/ atau latihan yang diadakan
oleh pem/badan swasta;
g. Pencabutan surat izin mengemudi;
h. Perbaikan akibat tindak pidana;
dan/atau
i. Pemulihan.
|
bahwa didalam UU No 11 tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Anak, mempunyai kelebihan dalam segi Sanksi Pidana
Terhadap Aparat Penegak Hukum yaitu Penyidik, Jaksa Penuntut Umum dan Hakim
dalam menangani perkara yang sedang diproses.Lihat Pasal.96,s/d 101 UU
No.11/2012
Dan didalam UU No 11/2012 dalam Bab II pasal 6 UU No. 11
/2012 ada istilah DIVERSI yang bertujuan:
a.
Mencapai perdamaian antara korban dan anak
b.
Menyelesaikan perkara anak diluar proses peradilan
c.
Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan
d.
Mendorong masyarakat untuk bertpartisipasi dan
e.
Menanamkan rasa tanggung jawabkepada anak.
yang tidak
bisa didiversi adalah tindak pidana serius seperti pembunuhan berencana, terkait serta tindak pidana yang terkait
terorisme dan narkoba., pada prinsipnya pelaku kenakalan anak adalah
korban. Mereka korban dari ketidak mampuan orang tua dalam merawat dan
membiayai, maupun ketidakmampuan negara dalam membentuk kebijakan yang menjawab
kebutuhan dan permasalahan anak.
Konsep Diversi dan Keadilan Restoratif pada Sistem Peradilan Anak di
Indonesia Apakah Efektif ?
Undang -
Undang Sistem Peradilan Anak yang telah disahkan pada bulan Juli tahun 2012
sebagai perubahan Undang - Undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan
Anak memuat isu yang salah satunya adalah tindak pidana yang ancamannya dibawah
7 tahun bisa didiversi atau diselesaikan diluar proses hukum serta mewajibkan
pendekatan keadilan restoratif dimana melibatkan pelaku (Anak Berhadapan
Hukum), keluarga korban, orang tua pelaku dan pihak lain yang terkait dengan
motivasi untuk mengutamakan penyelesaian masalah secara bersama-sama tanpa
mengedepankan pembalasan. Diversi juga wajib diupayakan disetiap proses hukum
oleh penegak hukum dengan dituangkan didalam kesepakatan Diversi dan
pelaksanaannya diawasi oleh penegak hukum. Pertanyaannya adalah apakah hal itu
efektif diterapkan di Indonesia ?. Filosofi yang mendasari dalam Undang -
undang peradilan anak adalah karena anak belum dapat memahami apa yang
dilakukannya serta mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak (The Best Interest
for the child) dan sesuai Konvensi Hak Anak (Convention On The Rights Of
The Child) 1990 yang diratifikasi oleh Indonesia selaku anggota United
Nations (PBB) melalui Keppres No. 36 tahun 1990 menyatakan bahwa pidana
merupakan upaya terakhir (Ultimum Remedium) karena anak adalah aset
bangsa dan generasi penerus. Konsep diversi juga mempertimbangkan kepentingan
korban, kepatutan didalam masyarakat, umur anak (minimal 12 tahun) dan
pertimbangan pihak lain dalam hal ini Balai Pemasyarakatan. Keputusan Diversi
dapat berupa : penggantian dengan ganti rugi, penyerahan kembali ke orang tua,
kerja sosial selama 3 bulan dan pelayanan masyarakat. Pertanyaannya adalah
apakah hal tersebut efektif dilaksanakan di Indonesia dan apakah Indonesia
sudah siap ?.
ada beberapa sisi positif dan
negatif dalam penerapan konsep diversi tersebut, POSITIF :
antara
lain :
Anak
Berhadapan dengan Hukum (ABH) dapat memiliki kesempatan lebih baik untuk
mendapatkan pemulihan secara psikologis dan pembauran lagi didalam masyarakat
lebih mudah dilakukan dibandingkan apabila ABH telah dipidana penjara, hal ini
terkait dengan ‘pe-label-an’ oleh masyarakat yang secara implisit dimungkinkan
terjadi.
NEGATIF :
- Anak Berhadapan
dengan Hukum dinilai sebagai subyek hukum yang belum cakap dan tidak dapat
memahami apa yang dilakukannya. Tetapi, pada jaman globalisasi seperti
sekarang ini pembentukan karakter dan pola pikir anak sangat dipengaruhi
oleh lingkungan baik rekan bergaul maupun hal-hal lain yang mudah sekali
didapatnya melalui media informasi baik secara elektronik maupun non
elektronik. Sehingga, suatu perbuatan pidana yang dilakukan oleh ABH bisa
jadi memang diniati / dikehendaki oleh ABH dan dia juga memahami apa
akibat dari perbuatan yang dilakukannya itu. Bila tindak pidana yang
dilakukan anak tersebut ancaman pidananya dibawah 7 tahun dan dilakukan
Diversi terhadapnya, maka dikuatirkan hal itu tidak memberi efek jera dan
ABH akan melakukannya lagi.
- Seiring
perkembangan jaman, modus operandi kejahatan juga semakin bervariasi dan
harus dianggap sebagai Ancaman dan Tantangan bagi penegakan hukum.
Perkembangan jaman dan modernisasi membuat kejahatan tidak hanya dilakukan
didalam negeri tetapi juga lintas batas (Transnasional) baik yang tidak
terorganisir maupun yang terorganisir. Penerapan konsep Diversi ditakutkan
akan menjadi celah bagi pelaku kejahatan yang mempergunakan anak sebagai
subyek pelaku, seperti misal : maraknya sindikat yang mengeksploitasi anak
untuk mencopet (human trafficking) dan mencopet adalah sama dengan
mencuri pasal 362 KUHP yangmana diancam pidana maksimal 5 tahun dan wajib
untuk diupayakan Diversi. Bukankah hal tersebut tidak memberi efek jera
bagi si dader (orang yang menyuruh lakukan) tersebut, jika dalam
hal ini ABH juga dianggap sebagai korban (human trafficking) tetapi jika
ternyata tindak pidana tersebut juga diniati/ dikehendaki oleh ABH dan
secara sadar ABH melakukan perintah si Dader (orang dewasa) dengan
kerjasama dan mengetahui serta mengkehendaki akibat yang ditimbulkan dari
perbuatannya tersebut, bukankah konsep diversi yang tidak memberi efek
jera tersebut juga berpotensi akan menjadi celah bagi si ABH untuk
melakukan kejahatan serupa lagi atau tindak pidana lainnya.
Anak
sebagai generasi penerus bangsa karena itu dilindungi oleh instrumen hukum baik
UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak serta pasal 34 UUD 1945 yaitu
fakir miskin dan anak-anak terlantar dilindungi oleh Negara, yang dalam
pengimplementasiannya diharapkan sempurna. Tetapi, anak sebagai manusia juga
memiliki tingkat kecerdasan (IQ) dan Emosi (EQ) yang berbeda per individu,
didalam realita ada anak yang lebih mudah memahami banyak hal daripada anak
seumurannya, dengan dasar pemahaman terhadap segala tindakan itulah maka anak
tersebut dapat pula dikenakan tanggungjawab terhadap perbuatannya tersebut
sebagai efek jera yang jangan disamakan dengan orang dewasa serta harus ada
muatan pendidikan didalamnya. Apabila dikorelasikan dengan tiga nilai hukum yaitu
kepastian, keadilan dan kemanfaatan. Konsep diversi yang diakomodasi didalam
RUU Sistem Peradilan Anak yang sudah disahkan tersebut sebagai kepastian hukum
apakah benar-benar sudah megakomodasi rasa keadilan secara seimbang bagi pihak
korban karena diversi jika tidak berhasil disatu tingkat pemeriksaan maka harus
diupayakan di tingkat pemeriksaan selanjutnya sehingga memberi kesan bahwa
kepentingan ABH lebih diutamakan daripada kepentingan korban/keluarga korban,
ada kerugian dari pihak korban/keluarga korban yang seharusnya dinilai secara
obyektif dan seimbang sebagai bahan pertimbangan yaitu kerugian materi dan non
materi, kerugian yang kedua notabene tidak dapat diganti rugi secara materi dan
apabila hukum tidak mampu menciptakan keadilan sebagaimana yang diinginkan
masyarakat, apakah hukum sudah memenuhi nilai kemanfaatannya ?. Patokan
ancaman pidana dibawah 7 tahun untuk penerapan Diversi sepertinya kurang tepat,
seharusnya didukung dengan serangkaian instrumen uji psikologi terhadap si ABH untuk
mendapatkan penilaian kepribadian ABH tersebut.
5. PENUTUP
Masih terdapat banyak nya
kekurangan didalam peratu ran Perundang – undangan yang secara terpisah
mengatur tentang perlindungan saksi dan Korban yang seharusnya secara hukum
banyak pihak yang dijadikan saksi engan untuk menjadi saksi karena merasa
terancam jiwa dan keluarganya terhdap apa yang disampaikan takala baik
ditingkat penyidikan sampai di Perdilan.bahkan yang semulanya menjdi saksi akan
tetapi akhirnya ditetapkan sebagai Tersangka
Oleh karena itu baik saksi korban
dan pelapor dalam perkra anak mesti mendapatkan perlindungan dan bantuan hukum.
Pekanbaru, Desember 2012
Seja o primeiro a comentar
Posting Komentar