Membunuh Karena Gigi Palsu
Jhonny Tampubolon (22) saat ini masih mendekam di Lembaga Pemasyarakatan, Bangkinang, Kampar, Riau. Pria lajang berpostur pendek-tegap ini, sejak 15 bulan silam, menghuni "hotel prodeo" menyusul vonnis hakim di Pengadilan Negeri Bangkinang yang menghukumnya 9 tahun penjara.
Hukuman itu dia terima atas penetapannya oleh majelis hakim sebagai pelaku tindak pidana pembunuhan terhadap rekannya sendiri, Suparno (24) yang tewas setelah bertarung dalam perkelahian satu lawan satu, di suatu malam di Desa Kubang, Siak Hulu, Kampar. Ironisnya, perkelahian itu terpicu rasa kesal Jhonny terhadap pria asal Lampung itu, yang meninggalkannya sendiri usai mereka menenggak minuman keras di sebuah kedai pinggir jalan, di kawasan Jalan Riau, Pekanbaru.
Jhonny kesal, karena Parno tak mau menunggunya.Soalnya, dalam perjalanan pulang itu, Jhonny harus mencari gigi palsunya yang tiba-tiba copot dan tercecer di jalan raya."Teman apa namanya dia itu? Tega meninggalkan saya sendirian," tutur Jhonny. Rasa kesal itulah yang tampaknya masih tersisa saat Jhonny tiba di Kubang (14 km arah barat Kota Pekanbaru--kawasan tempat mereka tinggal dan bekerja sebagai buruh industri spring bad. Jarum jam sudah menunjuk angka 12 malam itu.
Cuaca dingin tak mampu membendung rasa kesal Jhonny melihat Parno sedang asyik merokok, seolah tanpa rasa bersalah. "Saya langsung melemparkan sepatu saya sama dia," kata Jhonny. Mulai terjadi kegaduhan di malam itu.Dilempari sepatu, Parno bukan justru mengalah, malah bereaksi dan melawan. Dia membalas lemparan sepatu dengan bogem mentah ke wajah Jhonny. Perkelahian tampaknya tidak bisa dihindari.
Kedua pria yang sejak lama hidup seranjang itu, bertarung habis-habisan. Parno yang lebih tinggi dan lebih kurus, sempat membuat Jhonny kewalahan juga. Jhonny segera berlari ke suatu tempat mencari akal. Kali ini, Jhonny tampaknya menggenggam sesuatu yang diambilnya dari kedai lontong. Ternyata sebelah pisau dapur yang selama ini digunakan pemiliknya untuk membelah ketupat terhunus di tangan kanannya: siap ditancapkan. Jhonny segera mendekati Parno. Pertarungan kembali berlanjut.
Beberapa kali pisau tertancap ke perut Parno, toh tetap membuatnya bertahan. Sadar akan tusukan yang dialaminya, Parno menempuh strategi lain. "Dia mencomot kayu jemuran kain dan memukulkannya kepada saya berkali-kali," ujar Jhonny yang segera berlari arah Kota Pekanbaru. Anehnya, meski sudah sampai di kawasan Marpoyan (sekitar dua kilo meter dari TKP) Parno masih sanggup mengejar Jhonny walau perut Parno dalam kondisi bersimbah darah. Punggungnya juga terus mengalir darah segar. Jhonny sembunyi di balik sebuah kedai pinggir jalan raya dan bertahan di sana sampai matahari terbit. Parno yang mulai lemas dan kehilangan jejak Jhonny, kembali ke rumah, berjalan dengan lunglai.
Sekitar pukul 07.00. WIB pagi harinya, telepon seluer yang terselip di kantong depan kanan celana Jhonny yang kumal itu, berdering. Diangkatnya, ternyata yang menelpon justru, Edison (45) bos mereka.
"Dimana kau Jon?" tanya Edison.
"Aku di Marpoyan, Bang. Apa kabar Bang?" tanyanya, gemetar.
"Kabar baik. Pulanglah...!" kata Edison.
"Bagaimana kondisi Parno, Bang?" tanya Jhonny, ketakutan. "Oh, dia tidak apa-apa. Hanya luka-luka dikit. Pulanglah, Jhon!" Edison membujuk Jhonny.
Mendegar kabar Parno baik-baik saja & hanya luka-luka ringan, Jhonny segera pulang. Namun, begitu sampai di sana, tiba-tiba saja empat pria berambut cepak muncul dari belakang rumah: "Polisi...!" Jhonny tak berkutik saat borgol melingkari pergelangan kedua tangannya. Didampingi Edison, Jhonny gelanggang dengan mobil Toyota Kijang ke Mapolsek Siak Hulu.
Diperjalanan, Jhonny bertanya:
"Mana Parno bang?"
Seraya memandanginya sinis, Edison hanya berujar singkat: "Dia telah mati!"
Menurut polisi, Parno tewas dengan luka tusukan serius: dua tusukan di bagian perut dan satu tusukan di bagian punggungnya.
Tak pelak. Kasus perkelahian yang berujung maut ini, menggemparkan. Media kriminalitas menjadikannya berita head line: "Gigi Palsu Copot, Teman Dibunuh!" Untungnya, Jhonny sebagai tersangka pembunuhan mendapat pembelaan dari Asmanidar H. Zainal, S.H. pengacara prodeo yang ditunjuk Kapolsek Siak Hulu, Kompol. M Sembiring. Semenjak itu Jhonny didamping pengacaranya, Asmanidar yang namanya kemudian mencuat saat menjadi pengacara Klewang si Big Bos Geng Motor, itu.
Ternyata, Asmanidar--meski sebagai pengacara prodeo--tidak mau bertindak setengah hati. Selain melakukan investigasi dan reportase ke TKP, Asmanidar menganalisis kasus Jhonny secara mendalam. "Sampai saya harus menelusuri sejarah kehidupannya yang cukup memperihatinkan. Jhonny dua bersaudara adalah produk keluarga broken," tutur Asmanidar."Di usia 4 tahun orangtua mereka bercerai di Pematangsiantar, Sumatera Utara.
Kemudian ibu mereka (Boru Panggabean) yang membawa mereka ke Pekanbaru meninggal dunia saat mereka masih anak-anak," kata Asmanidar. Kini, abang Jhonny berusia 24 tahun, masih lajang dan bekerja sebagai buruh harian lepas (BHL) di salah satu perkebunan, di Kampar.
"Saya kira, Jhonny adalah 'korban' kehidupan. Takdir menentukan garis hidupnya sebagai orang yang memang layak memeroleh pembinaan. Saya terpanggil membela kasus Jhonny. Meski dia didakwa sebagai pembunuh, toh menurut saya kondisi itu tidak mewakili sifat jahat dalam dirinya," kata Asmanidar. Jhonny dan abangnya tidak tamat SD.
Namun, upaya maksimal dari sisi pembelaan, tampaknya ditempuh Asmanidar. "Paling tidak bisa meringankan hukuman, karena meminta hakim membebaskannya, terasa mustahil juga," ujarnya seraya meminta referency pendeta dari gereja di Pasir Putih, gereja Jhonny sebagai anggota jemaat. "Ternyata Pak Pendeta bersedia mendukung saya. Jhonny katanya, adalah jemaatnya dan orang baik-baik. Pak Pendeta, beberapa kali menghadiri persidangan. Malah, sempat menulis surat khusus buat majelis hakim agar meringankan hukuman Jhonny," kata ibu 3 anak ini.
Masalahnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah pula menuntut Jhonny secara maksimal, 15 tahun penjara sesuatu Pasal 338 KUHP jo Pasal 351 KUHP tentang "Perkelahian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain". Tuntutan ini, menggetarkan juga dan memaksa Asmanidar mesti meracik lembaran-lembaran pledoi ekstra serius. "Alhamdulillah! Tuhan maha adil. Dengan upaya yang maksimal yang kami laklukan, Jhonny hanya divonnis 9 tahun pejara," katanya.
Asmanidar mengaku sangat puas atas kinerjanya sebagai pengacara Jhonny. Banyak pengalaman yang saya dapatkan dari kasus itu. Sal honor? "Hehehe... untuk pakaian Jhonny selama proses hukum saja, saya malah ambil pakaian suami saya dan saya berikan sama Jhonny. Sampai sekarang, Jhonny sering saya kirimi pulsa. Dia sudah kuanggap sebagai keponakan. Kebetulan suami saya semarga dengan mendiang ibunya," ungkap alumni Fakultas Hukum Universitas Islam Riau, ini. (wep)
Beberapa kali pisau tertancap ke perut Parno, toh tetap membuatnya bertahan. Sadar akan tusukan yang dialaminya, Parno menempuh strategi lain. "Dia mencomot kayu jemuran kain dan memukulkannya kepada saya berkali-kali," ujar Jhonny yang segera berlari arah Kota Pekanbaru. Anehnya, meski sudah sampai di kawasan Marpoyan (sekitar dua kilo meter dari TKP) Parno masih sanggup mengejar Jhonny walau perut Parno dalam kondisi bersimbah darah. Punggungnya juga terus mengalir darah segar. Jhonny sembunyi di balik sebuah kedai pinggir jalan raya dan bertahan di sana sampai matahari terbit. Parno yang mulai lemas dan kehilangan jejak Jhonny, kembali ke rumah, berjalan dengan lunglai.
Asmanidar H. Zainal, S.H. |
Sekitar pukul 07.00. WIB pagi harinya, telepon seluer yang terselip di kantong depan kanan celana Jhonny yang kumal itu, berdering. Diangkatnya, ternyata yang menelpon justru, Edison (45) bos mereka.
"Dimana kau Jon?" tanya Edison.
"Aku di Marpoyan, Bang. Apa kabar Bang?" tanyanya, gemetar.
"Kabar baik. Pulanglah...!" kata Edison.
"Bagaimana kondisi Parno, Bang?" tanya Jhonny, ketakutan. "Oh, dia tidak apa-apa. Hanya luka-luka dikit. Pulanglah, Jhon!" Edison membujuk Jhonny.
Mendegar kabar Parno baik-baik saja & hanya luka-luka ringan, Jhonny segera pulang. Namun, begitu sampai di sana, tiba-tiba saja empat pria berambut cepak muncul dari belakang rumah: "Polisi...!" Jhonny tak berkutik saat borgol melingkari pergelangan kedua tangannya. Didampingi Edison, Jhonny gelanggang dengan mobil Toyota Kijang ke Mapolsek Siak Hulu.
Diperjalanan, Jhonny bertanya:
"Mana Parno bang?"
Seraya memandanginya sinis, Edison hanya berujar singkat: "Dia telah mati!"
Menurut polisi, Parno tewas dengan luka tusukan serius: dua tusukan di bagian perut dan satu tusukan di bagian punggungnya.
Tak pelak. Kasus perkelahian yang berujung maut ini, menggemparkan. Media kriminalitas menjadikannya berita head line: "Gigi Palsu Copot, Teman Dibunuh!" Untungnya, Jhonny sebagai tersangka pembunuhan mendapat pembelaan dari Asmanidar H. Zainal, S.H. pengacara prodeo yang ditunjuk Kapolsek Siak Hulu, Kompol. M Sembiring. Semenjak itu Jhonny didamping pengacaranya, Asmanidar yang namanya kemudian mencuat saat menjadi pengacara Klewang si Big Bos Geng Motor, itu.
Ternyata, Asmanidar--meski sebagai pengacara prodeo--tidak mau bertindak setengah hati. Selain melakukan investigasi dan reportase ke TKP, Asmanidar menganalisis kasus Jhonny secara mendalam. "Sampai saya harus menelusuri sejarah kehidupannya yang cukup memperihatinkan. Jhonny dua bersaudara adalah produk keluarga broken," tutur Asmanidar."Di usia 4 tahun orangtua mereka bercerai di Pematangsiantar, Sumatera Utara.
Kemudian ibu mereka (Boru Panggabean) yang membawa mereka ke Pekanbaru meninggal dunia saat mereka masih anak-anak," kata Asmanidar. Kini, abang Jhonny berusia 24 tahun, masih lajang dan bekerja sebagai buruh harian lepas (BHL) di salah satu perkebunan, di Kampar.
"Saya kira, Jhonny adalah 'korban' kehidupan. Takdir menentukan garis hidupnya sebagai orang yang memang layak memeroleh pembinaan. Saya terpanggil membela kasus Jhonny. Meski dia didakwa sebagai pembunuh, toh menurut saya kondisi itu tidak mewakili sifat jahat dalam dirinya," kata Asmanidar. Jhonny dan abangnya tidak tamat SD.
Namun, upaya maksimal dari sisi pembelaan, tampaknya ditempuh Asmanidar. "Paling tidak bisa meringankan hukuman, karena meminta hakim membebaskannya, terasa mustahil juga," ujarnya seraya meminta referency pendeta dari gereja di Pasir Putih, gereja Jhonny sebagai anggota jemaat. "Ternyata Pak Pendeta bersedia mendukung saya. Jhonny katanya, adalah jemaatnya dan orang baik-baik. Pak Pendeta, beberapa kali menghadiri persidangan. Malah, sempat menulis surat khusus buat majelis hakim agar meringankan hukuman Jhonny," kata ibu 3 anak ini.
Masalahnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah pula menuntut Jhonny secara maksimal, 15 tahun penjara sesuatu Pasal 338 KUHP jo Pasal 351 KUHP tentang "Perkelahian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain". Tuntutan ini, menggetarkan juga dan memaksa Asmanidar mesti meracik lembaran-lembaran pledoi ekstra serius. "Alhamdulillah! Tuhan maha adil. Dengan upaya yang maksimal yang kami laklukan, Jhonny hanya divonnis 9 tahun pejara," katanya.
Asmanidar mengaku sangat puas atas kinerjanya sebagai pengacara Jhonny. Banyak pengalaman yang saya dapatkan dari kasus itu. Sal honor? "Hehehe... untuk pakaian Jhonny selama proses hukum saja, saya malah ambil pakaian suami saya dan saya berikan sama Jhonny. Sampai sekarang, Jhonny sering saya kirimi pulsa. Dia sudah kuanggap sebagai keponakan. Kebetulan suami saya semarga dengan mendiang ibunya," ungkap alumni Fakultas Hukum Universitas Islam Riau, ini. (wep)